perkembangan kepribadian dan mental pada anak

2.1. Dasar Teoretik Perkembangan Kepribadian

Menurut Freud, semua perilaku manusia digerakkan oleh kekuatan psikodinamik , dan energy fisik ini dibagi menjadi 3 komponen kepribadian :

a. Id, yaitu pikiran bawah sadar; komponen dari lahir yang digerakkan oleh insting; id mematuhi prinsip-prinsip kesenangan tentang pemuasan kebutuhan yang sifatnya segera tanpa memperdulikan apakah objek atau tindakan tersebut dapat melakukannya secara actual.

b. Ego, yaitu pikiran sadar, memberikan prinsip- prinsip realita. Berfungsi sebagai kesadaran atau pengendalian diri yang mampu menemukan arti realistis tentang memuaskan insting sambil menghambat pikiran irrasionaldari id.

c. Superego, yaitu suara hati, berfungsi sebagai hakim moral dan mewakili ideal. Superego merupakan mekanisme yang mencegah individu mengekspresikan insting yang tidak diinginkan yang dapat mengancam tatanan social.

Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Freud menganggap insting seksual sbagai sesuatu yang signifikan dalam perkembangan kepribadian. Selama masa kanak-kanak bagian-bagian tubuh tertentu memiliki makna psikologik yang menonjol sebagai sumber kesenangan baru dan konflik baru yang secara bertahap bergeser dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain pada tahap-tahap perkembangan tertentu :

a. Tahap oral (lahir – 1 tahun)

Selama bayi, kesenangan berpusat pada aktivitas oral seperti mengisap, menggigit, mengunyah dan berbicara. Metode pemuasan kebutuhan oral yang mereka pilih dapat memberikan beberapa indikasi kepribadian yang sedang mereka bentuk.

b. Tahap anal (1-3 tahun)

Selama tahun kedua kehidupan berpusat pada bagian anal saat otot-otot sfingter berkembang dan anak-anak mampu menahan atau mengeluarkan feses sesuai keinginan.

c. Tahap falik (3-6 tahun)

Genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitive. Anak mengetahui perbedaan jenis kelamin. Pada periode ini terjadi masalah yang controversial tentang Oedipus dan Electra kompleks, penis envy, dan ansietas terhadap kastrasi.

d. Periode laten (6-12 tahun)

Anak melakukan sifat dan keterampilan yang telah diperoleh. Energy fisik dan psikis diarahkan untuk mendapatkan pengetahuan dan bermain.

e. Tahap genital (12 tahun ke atas)

Tahap signifikan yang terakhir dimulai pada saat pubertas dengan maturasi system reproduksi dan produksi hormone-hormon seks. Organ genital menjadi sumber utama ketegangan dan kesenangan seksual tetapi energy juga digunakan untuk membentuk persahabatan dan persiapan pernikahan.

Perkembangan Psikososial (Erikson)

Merupakan teori perkembangan kepribadian yang paling banyak diterima. Erikson menggunakan konsep-konsep biologis tentang periode kritis dan epigenesist, menjelaskan konflik atau masalah inti yang harus dikuasai individu selama periode kritis dalam perkembangan kepribadian.

Setiap tahap psikososial mempunyai 2 komponen yaitu aspek menyenangkan dan tidak menyenangkan dari konflik inti dan perkembangan ke tahap selanjutnya bergantung kepada penyelesaian konflik ini. Pendekatan rentang kehidupan Erikson terhadap perkembangan kepribadian terdiri atas 8 tahap, namun hanya 5 tahap pertama yang berkaitan dengan masa kanak-kanak, yaitu:

a. Percaya vs tidak percaya (lahir sampai 1 tahun), berkaitan dengan tahap oral Freud.

Pembentukan rasa percaya dasar ini mendominasi tahun pertama kehidupan dan menggambarkan semua pengalaman kepuasan anak pada usia ini. Saat ini merupakan saat untuk mendapatkan dan mengambil apapun melalui semua indra. Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan. Rasa tidak percaya terjadi jika pengalaman yang meningkatkan tidak terpenuhinya rasa percaya atau jika kebutuhan dasar tidak dipenuhi secara konsisten atau adekuat. Hasil yang diharapkan adalah kepercayaan dan optimisme.

b. Autonomi vs malu dan ragu-ragu (1-3 tahun), berkaitan dengan tahap anal Freud.

Perkembangan autonomi selama periode toddler berpusat pada peningkatan kemampuan anak untuk mengendalikan tubuh mereka, diri mereka, dan lingkungan mereka. Pelajaran yang mereka peroleh sebagian besar didapat dari meniru aktivitas dan perilaku orang lain. Perasaan seperti ragu-ragu dan malu muncul ketika anak-anak diremehkan, ketika pilihan-pilihan mereka membahayakan, atau ketika mereka dipaksa untuk bergantung dalam beberapa hal yang sebenarnya mereka mampu melakukannya. Hasil yang diharapkan adalah control diri dan ketekunan.

c. Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun), berkaitan dengan tahap falik Freud.

Dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh semanga, berani berupaya, dan imajinasi yang kuat. Anak-anak terkadang memiliki tujuan atau melakukan aktivitas yang bertentangan dengan yang dimiliki orang tua agtau orang lain, dan dibuat merasa bahwa aktivitas atau imajinasi mereka merupakan hal yang buruk sehingga menimbulkan rasa bersalah. Hasil akhirnya adalah arahan dan tujuan.

d. Industri vs inferioritas (6-12 tahun), berkaitan dengan tahap laten Freud.

Anak-anak belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain, dan mereka juga mempelajari aturan-aturan. Periode ini merupakan periode pemantapan dalam hubungan social mereka dengan orang lain. Ketidakadekuatan atau inferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yang diharapkan dari mereka atau jika mereka percaya bahwa mereka tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk mereka. Kualitas ego yang berkembang dari rasa industry adalah kompetensi.

e. Identitas vs kebingungan peran (12-18 tahun), berkaitan dengan tahap genital Freud.

Perkembangan identitas dicirikan dengan perubahan fisik yang cepat dan jelas. Remaja berusaha beradaptasi dengan peran yang mereka mainkan dan mereka berharap dapat bermain dalam peran dan gaya terbaru yang dilakukan oleh teman-teman sebaya mereka terhadap lingkungan dan pembuatan keputusan tentang okupasi. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik inti menyebabkan terjadinya kebingungan peran. Hasil dari penguasaan yang sukses adalah kesetian dan ketaatan terhadap orang lain serta terhadap nilai-nilai dan ideology.

2.2. Dasar Teoretik Perkembangan Mental

Dengan perkembangan kognitif, anak-anak membutuhkan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, untuk berpikir secara logis, dan untuk mengatur fungsi intelektual atau kinerja ke dalam susunan struktur yang lebih tinggi. Perkembangan bahasa, moral, dan spiritual muncul saat kemampuan kognitif telah meningkat.

Perkembangan kognitif (Piaget)

Perkembangan kognitif terdiri atas perubahan-perubahan terkait usia yang terjadi dalam aktivitas mental. Piaget mengemukakan 3 tahap berpikir:

1. Intuisi

2. Operasional konkret

3. Operasional formal

Ketiga mereka memasuki tahap berpikir konkret pada usia kira-kira 7 tahun, anak-anak mampu membuat kesimpulan logis, mengklasifikasi, dan menghadapi banyaknya hubungan mengenai hal-hal konkret. Jalannya perkembangan intelektual bersifat maturasional dan tetap dibagi menjadi tahap-tahap berikut ini:

a. Sensorimotor (lahir-2 tahun)

· Anak-anak mengalami perkembangan aktivitas reflex dari perilaku berulang sederhana ke perilaku imitative

· Penyelesaian masalah biasanya bersifat uji coba.

· Mereka menumjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, eksperimentasi, dan menyukai hal-hal baru serta mulai membentuk rasa diri.

· Mereka menyadari bahwa sebuah objek tetap ada walaupun tidak terlihat.

· Di akhir periode sensori motor anak-anak mulai menggunakan bahasa dan cara berpikir representasional.

b. Praoperasional (2-7 tahun)

· Ciri tahap ini adalah egosentrisme, hal ini bukan berarti egois tetapi ketidakmampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain.

· Anak-anak menginterpretasikan objek dan peristiwa dari segi hubungan mereka atau penggunaan mereka terhadap objek tersebut.

· Mereka tidak dapat melihat sudut pandang orang lain

· Berpikir praoperasional bersifat konkret dan nyata

· Pemikiran didominasi oleh apa yang mereka lihat, dengar, atau alami.

· Melalui bermain imajinasi, bertanya dan interaksi lainnya, mereka mulai membuat konsep dan membuat hubungan sederhana anta ride.

· Pada tahap akhir periode ini pemikiran mereka bersifat intuitif (mis., bintang harus pergi tidur karena mereka juga tidur) dan mereka baru mulai menghadapi masalah berat badan, tinggi badan, ukuran dan waktu

· Cara berpikir bersifat transduktif yaitu karena 2 kejadian terjadi bersamaan mereka saling menyebabkan satu sama lain atau pengetahuan tntang satu ciri dipindahkan ke cirri lain

c. Operasional konkret (7-11 tahun)

· Anak-anak mampu mangklasifikasi, mengurutkan, menyusun, dan mengatur fakta tentang dunia untuk menyelesaikan masalah

· Mereka membentuk konsep baru tentang permanen (konservasi)

· Mereka mampu menghadapi sejumlah aspek berbeda dalam sebuah situasi secara bersamaan

· Mereka menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka rasakan

· Caar berpikir bersifat induktif

· Mereka dapat mempertimbangkan sudut pandang orang lain yang berbeda dan sudut pandang mereka sendiri

d. Operasional formal (11-15 tahun)

· Ciri tahap ini adalah adaptabilitas dan fleksibilitas

· Remaja dapat berpikir menggunakan istilah-istilah abstrak, symbol abstrak, dan menarik kesimpulan logis dari serangkaian observasi.

· Mereka dapat membuat hipotesis dan mengujinya

Perkembangan bahasa

Lingkungan harus memberikan cara bagji mereka untuk menguasai keterampilan berbahasa. Keahlian berbicara membutuhkan struktur dan fungsi fisiologis yang utuh. Laju perkembangan bicara bervariasi dari satu anak ke anak lainnya dan berkaitan langsung dengan kompetensi neurologic dan perekmbangan kognitif. Pada saat kemampuan bicara berkembang, bahasa tubuh berkurangnamun tidak pernah hilang sepenuhnya. Pada saat mereka mulai berjalan, anak-anak mulai mampu menyebutkan nama objek dan orang. Bagian dari bicara yang pertama kali digunakan adalah kata benda, terkadang kata kerja dan gabungan kata-kata.

Perkembangan moral (Kohlberg)

Perkembangan moral Kohlberg dibuat berdasarkan teori perkembangan kognitif dan terdiri atas 3 tingkat utama berikut ini:

a. Tingkat prakonvensional

· Terorientasi secara budaya dengan label baik/buruk dan benar/salah, anak-anak mengintegrasikan label ini dalam konsekuensi fisik atau konsekuensi menyenangkan dari tindakan mereka

· Mereka menghindari hukuman dan mematuhi tanpa mempertanyakan siapa yang berkuasa untuk menentukan dan memperkuat aturan dan label.

· Mereka tidak memiliki konsep attanan moral dasar yang mendukung konsekuensi ini

b. Tingkat konvensional

· Anak-anak berfokus pada kepatuhan dan loyalitas

· Mematuhi aturan, melakukan tugas seseorang, menunjukkan rasa hormat terhadap wewenang, dan menjaga aturan social merupakan perilaku yang tepat

c. Tingkat pascakonvensional, autonomi, atau prinsip

· Perilaku yang tepat cenderung didefinisikan dari segi hak-hak dan standar umum individu yang telah diuji dan disetujui masyarakat

Tingkat perkembangan moral yang paling lanjut adalah ketika prinsip etis yang dipilih sendiri memandu pengambilan keputusan hati nurani.

Perkembangan spiritual

Tahap perkembangan keimanan yang berkaitan dengan perkembangan kognitif dan psikososial di masa kanak-kanak:

Tahap 0: Undifferentiated

· Tahap ini menekankan periode mas abayi ketika anak tidak memiliki konsep benar/salah, tidak memiliki keyakinan, dan tidak ada keyakinan yang membimbing mereka.

· Awal keimanan terbentuk dari pengembangan rasa percaya dasar melalui hubungannya dengan pemberi asuhan primer

Tahap 1: Intuitive-projective

· Anak-anak menirukan gerakan dan perilaku keagamaan orang lain tanpa memahami makna atau pentingnya aktivitas tersebut.

· Sikap orang tua terhadap kode moral dan keyakinan beragama menyampaikan kepada anak tentang apa yang mereka anggap baik atau buruk.

Tahap 2: Mythical-literal

· Pada usia sekolah anak–anak sangat tertarik pada agama

· Mereka menerima ketuhanan dan doa kepada yang Maha Kuasa merupakan hal yang penting dan perlu dijawab, perilaku yang baik perlu diberi penghargaan dan perilaku yang buruk perlu diberi hukuman.

· Mereka membentuk hati nurani yang terganggu jika mereka tidak mematuhinya

Tahap 3: Syntetic-convention

· Saat mendekati remaja, mereka semakin menyadari bahwa doa tidak selalu dikabulkan dan dapat mulai mengabaikan atau memodifikasi beberapa praktik keagamaan

Tahap 4: Individuating-reflexing

· Remaja menjadi lebih skeptis dan mulai membandingkan berbagai standar keagamaan orang tua mereka dengan orang lain

· Mereka mulai membandingkan standar keagamaan dengan sudut pandang ilmiah

2.3. Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri adalah bagaimana individu menggambarkan dirinya sendiri.istilah konsep diri mencakup konsep, keyakinan dan pendirian yang ada dalam pendirian seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan individu tersebut dengan orang lain. Pada masa bayi konsep diri terutama adalah kesadaran tentang eksistensi mandiri seseorang yang dipelajari di masa lalu sebagai hasil dari kontak social dan pengalaman dengan orang lain. Proses ini menjadi lebih aktif selama masa toddler.

Citra Tubuh

Citra tubuh mengacu pada konsep dan sikap subjektif yang dimiliki individu terhadap tubuh meerka sendiri. Citra tubuh terdiri atas:

a. Sifat fisiologis yaitu persepsi tentang kaakteristik fisik seseorang

b. Sifat psikologik yaitu nilai dan sikap terhadap tubuh, kemampuan, dan ideal diri

c. Sifat social yaitu diri sendiri dalam kaitannya denagn orang lain

Orang terdekat dalam kehidupan mereka memberikan dampak paling penting dan bermakna pada citra tubuh anak. Label yang dilekatkan pada mereka atau pada bagian tubuh ikut mempengaruhi citra tubuh mereka. Bayi menerima masukan tentang tubuh mereka melalui eksplorasi diri dan stimulasi sensori dari orang lain. Anak yang mempunyai tubuh menyimpang dari norma sering kali dikritik atau dittertawakan.

Toddler belajar untuk mengenali berbagai bagian tubuh meerka dan mampu menggunakan symbol untuk menunjukkan objek. Anak prasekolah emnyadari keutuhan tubuh mereka dan menemukan kelamin mereka. Anak usia sekolah mulai belajar tentang struktur dan fungsi tubuh internal dan menyadari perbedaan dalam ukuran dan konfigurasi tubuh. Masa remaja adalah usia ketika anak menjadi lebih berkonsentrasi pada fisik diri.

Harga Diri

Harga diri adalah nilai yang ditempatkan individu pada diri sendiri dan mengacu pada evaluasi diri secara menyeluruh terhadap diri sendiri (Willoughby, King dan Polatajka, 1996). Harga diri digambarkan sebagai komponen afektif diri. Istilah haraga diri mengacu pada penilaian pribadi dan subjektif tentang makna seseorang yang didapat dan dipengaruhi oleh kelompok social dalam lingkungannya saat ini dan persepsi individu tentang bagaimana mereka dihargai oleh orang lain.

Toddler yang sangat egosentris tidak menyadari adanya perbedaan antara kemmampuan dan pengakuan social. Anak usia prasekolah dan sekolah semakin sangat menyadari perbedaan antara kemmampuan mereka dan kemampuan anak yang lebih besar. Mereka rentan terhadap perasaan tidak berharga dan mencemaskan kegagalan. Harga diri mereka berisiko selama masa remaja awal ketika mereka mendefinisikan identitas dan rasa diri dalam konteks kelompok sebaya mereka.

Anak mengkaji aspek berikut dalam diri mereka sendiri dalam membentuk evaluasi menyeluruh tentang harga diri mereka, yaitu:

a. Kemampuan

b. Rasa kendali

c. Nilai moral

d. Nilai cinta dan penerimaan

0 komentar:

Posting Komentar